Jumat, 12 Oktober 2012
Selasa, 25 September 2012
Senin, 24 September 2012
Sabtu, 14 Juli 2012
Teori belajar Jerome Bruner dan Teori kognitiv Piaget
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia
yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri.
Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan
proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu
konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku,
sikap, danketrampilan.
Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar
yaitu teori belajar aliran
behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian
belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu
yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah
laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya".
Sedangkan teori belajar
kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal
pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa
"Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
secara relatif dan berbekas".
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar
adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam
diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya
untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar
matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang
proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan
tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa
pakar teori belajar kogniti. Setidaknya ada tiga pakar psikologi yang beraliran
kognitif. Pada makalah ini akan dibahas tentang teori tahap – tahap belajar
dari Jerome Bruner dan teori perkembangan kognitif dari Jean Paget dan
bagaimana implikasinya.
2. PERMASALAHAN
1.
Bagaimana
pokok-pokok pikiran teori perkembangan kognitif Piaget?
2.
Bagaimana pokok-pokok
pikiran teori tahap-tahap belajar Jerome Bruner?
PEMBAHASAN
1. Teori Tahap-Tahap Belajar dari
Jerome Bruner
Sejarah Awal
Jerome
Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Ia merupakan seorang ahli psikologi
yang terkenal dan telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran,
proses pengajaran dan filsafat pendidikan. Bruner sependapat dengan Piaget
bahawa perkembangan kognitif anak-anak melalui peringkat-peringkat tertentu.
Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui
pelajar.
Jerome
Bruner menjalankan tugas sebagai profesor psikologi di Harvard University USA
sekaligus penasehat di pusat Pengajaran Kognitif sejak tahun 1961 sampai 1972.
Ia berperan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika
Serikat. Selanjutnya, Jerome Bruner menjadi profesor Psikologi di
Oxford University Inggris.
Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika
adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan
keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam
belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan
struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami
materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai
suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah
diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer,
alat peraga, atau media lainnya.
Agar
pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam
mempelajari suatu pengetahuan misalnya suatu matematika, maka materi pelajaran
perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak agar
pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikirannya. Bruner mengemukakan
bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap yaitu:
1.
Tahap Enaktif
Dalam
tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung
terlibat dalam memanipulasi objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan
benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini
anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu
dari berbuat atau melakukan sesuatu.
2.
Tahap Ikonik
Tahap
ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan
itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual , gambar, atau diagram, yang
menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap
enaktif.
3. Tahap
Simbolis
Dalam
tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol
atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini,
pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu
simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam
bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang
matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Sebagai
contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan
terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan
menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2
kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan
tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan
gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan
tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan
gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa melakukan
penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagenary) dari
kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis, siswa melakukan
penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan,
yaitu : 3 + 2 = 5.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya
dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui
belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan
melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan
masalah.
Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran di sekolah hendaknya meliputi:
1) Pengalaman – pengalaman
optimal untuk mau dan dapat belajar.
Pembelajaran dari segi siswa membantu siswa dalam hal
mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari masalah melalui
penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas,
pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan
tertentu.
2) Penstrukturan Pengetahuan
untuk Pemahaman optimal.
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang
jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak – anak. Dengan perkataan
lain, anak dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif)
menuju yang paling kompleks (induktif), bukan konsep yang lebih dahulu
diajarkan, tetapi contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri.
3) Bentuk dan pemberian
reinforsemen.
Beliau berpendapat bahwa seorang murid belajar dengan
cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pengajaran didasarkan
kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan yang ada. Misalnya, anak-anak membentuk konsep segiempat
dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi
empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga
kedalam kategori segitiga.
Menurut Bruner ada empat tema pendidikan yang perlu diperhatikan yaitu:
·
mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena
dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan
yang lain.
·
tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas
penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan
seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
·
menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi,
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa
melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi
itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.
·
tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia
pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
Pendekatan Bruner terhadap belajar
didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang
yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak
hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Belajar sebagai Proses
Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ada tiga proses kognitif yang
terjadi dalam belajar, yaitu
·
tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru,
·
tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
·
evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua
tadi benar atau tidak.
Perolehan informasi baru dapat terjadi
melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang
diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Proses transformasi pengetahuan
merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah
diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep
yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Informasi baru dapat merupaka
penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi
itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi
sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang
mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi
menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi
atau dengan mengubah bentuk lain.
Bruner
melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi
benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik
oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya
anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat
dalam benda yang diperhatikannya. Peran guru adalah :
- perlu memahami
struktur pelajaran
- pentingnya
belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan
benar
Ciri khas Teori Bruner dan
perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas
daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan
menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak
menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral”. Secara singkat, kurikulum spiral
menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu
pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang
murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari.
Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri
persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang
siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang
lama melalui pembelajaran penemuan.
Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat
berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama
belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil
yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Satu hal yang membuat Bruner terkenal
karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,
menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran
dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery). Discovery learning dari Bruner
merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan
kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery
learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
Memori ingatan adalah proses dimana
informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan kembali).
Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah proses
aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi
ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas
dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum.
Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely short
term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam
beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam
beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung
beberapa jam sampai seumur hidup).
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1.
Stimulus ( pemberian
perangsang)
2.
Problem Statement
(mengidentifikasi masalah)
3.
Data collection (
pengumpulan data)
4.
Data Prosessing (pengolahan
data)
5.
Verifikasi
6.
Generalisasi
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner
berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak,serta untuk
mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif adalah dengan
mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat
mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, guru harus
memberikan kesempatan kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka
sendiri dan mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh
mereka. Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat
diajarkan secara efektif, dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan
dalam tahap perkembangan manapun.
Bruner
juga mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan
asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Misalnya teori
belajar yang memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan
materi penjumlahan. Oleh karena itu, Burnner mengkaitkan pembelajaran dengan tahap – tahap perkembangan
mental yaitu
·
Peringkat ikonik 2 – 4 tahun
·
Peringkat enaktif 0 – 2 tahun
·
Peringkat simbolik 5 – 7 tahun
Dalam teorinya Burnner juga
mengemukakan bentuk hadiah atau pujian dan hukuman perlu dipikirkan cara
penggunaannya dalam proses belajar mengajar. Sebab Ia mengakui bahwa suatu
ketika hadiah ekstrinsik, bisa berubah menjadi dorongan bersifat intrinsik. Demikian juga pujian dan guru dapat
menjadi dorongan yang bersifat ekstrinsik, dan keberhasilan memecahkan masalah
menjadi dorongan yang bersifat intrinsik. Tujuan pembelajaran adalah menjadikan
siswa merasa puas.
Kesimpulan Dalam teori belajarnya
Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif
dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, serta untuk mengembangkan program
pengajaran yang lebih efektif adalah dengan mengoordinasikan model penyajian
bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan
tingkat kemajuan anak, dan guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya
dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari konsep-konsep di
dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka. Berdasarkan uraian di atas teori belajar
Bruner, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu
informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan
minat siswa. Dan cara mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika
alur pikir dan sistematik proses
belajar itu sendiri. Orang yang menggunakan alur pikir dalam pemecahan masalah,
Ia akan berfikir sistematis dan dapat mengkontrol kegiatan kognitifnya,
sehingga pembelajaran akan lebih efisien.
Pengetahuan yang diperoleh dengan
belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
1.
Pengetahuan itu bertahan
lama atau lama dapat diingat.
2.
Hasil belajar penemuan
mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3.
Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Selain
mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau
dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil
eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963
mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika
yang masing-masing disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah
:
a.
Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)
Didalam
teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk
mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan
mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau
prinsip tersebut.
b.
Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut
teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah
dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
c.
Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)
Menurut
teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan
lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep
yang lain sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain
menjadi jelas.
d.
Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Didalam
teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap
ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan ketrampilan-ketrampilan lain.
Bruner
menyimpulkan (dalam Royama, 2009) bahwa pendidikan bukan sekedar persoalan
teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar dokelas atau
menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran. Penerapan
Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1. Sajikan
contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang Anda ajarkan
2.
Bantu si pembelajar untuk melihat adanya
hubungan antara konsep-konsep
3.
Berikan satu pertanyaan dan biarkan
siswa untuk mencari jawabannya sendiri
4.
Ajak dan beri semangat si pembelajar
untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu
atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar
untuk berpikir dan mancari jawaban yang sebenarnya.
5.
Tidak semua materi yang ada dalam
matematika sekolah dasar dapat dilakukan dengan metode penemuan.
Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan
pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar
matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara
intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan
siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi
yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari
cara intuitif keanalisis dari eksplorasi
kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan
sebuah himpunan dengan tiga anggotanya. Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk
menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama
dengan 3 mangga. (Simanjuntak, 1993 : 70-71 )
Jerome Bruner membagi alat instruksional
dalam 4 macam menurut fungsinya.
a. alat
untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan
kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman
langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman
suara dll.
b. Alat
model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur
atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi
juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah
untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
c. Alat
dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah
suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan
untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
d. Alat
automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran
berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan
memberi ballikan atau feedback tentang responds murid. (Nasution, 2000 : 15 )
2. Teori Perkembangan Kognitif Jean
Piaget
SEJARAH SINGKAT
Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1896. Seorang psikolog
Swiss yang
mengembangkan Teori Perkembangan Kognitif. Awalnya Peaget lebih tertarik pada bidang biologi
dan filsafat khususnya epistemologi. Setelah mendapat gelar doktor Piaget
mendapat banyak pekerjaan diantaranya bekerja bersama Binet Testing Laboratory
di Paris, dimana Piaget ikut serta dalam membantu menyusun standar tes
kecerdasan. Pendekatan Laboraturium Binet dalam melakukan pengetesan adalah dengan
menggunakan sejumlah pertanyaan tes yang kemudian disajikan pada anak dengan
berbagai usia. Binet Testing Laboratory menilai kecerdasan (intelligence quotient) anak berdasarkan
jawaban benar dari anak usia tertentu. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson
(2008:312). Hal inilah yang kemudian hari menjadi alasan Piaget meninggalkan
Laboraturium Binet.
Dalam menjalankan tugasnya, pada saat memeriksa jawaban anak yang
mengikuti tes intelligence, Piaget
menemukan bahwa jawaban yang salah lebih informatif daripada jawaban yang
benar. Selain itu, Piaget mengamati bahwa kesalahan yang sama dibuat oleh anak
yang usianya relatif sama dan tipe kesalahan yang berbeda, sering dijumpai pada
jawaban siswa yang umurnya berbeda. Piaget mengamati lebih jauh bahwa sifat
dari kesalahan ini tidak dapat dijelaskan secara memadai dalam situasi tes yang
sangat terstruktur, dimana anak menjawab pertanyaan dengan jawaban benar atau
salah. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:312) menyatakan bahwa Piaget
mencoba menerapkan metode lain dalam pengetesan. Ia menggunakan clinical method (metode klinis) yang
berupa pertanyaan terbuka. Dengan menggunakan metode ini, jawaban anak yang
berupa pernyataan atas pertanyaan tes akan mempengaruhi pertanyaan selanjutnya.
Piaget menyusun sejumlah pertanyaan yang dirancang untuk mengeksplorasi
pernyataan itu secara mendalam.
Piaget menyadari bahwa intelligence
(kecerdasan) tidak dapat disamakan dengan jumlah benar pada soal tes. Kesadaran
inlah yang menjadi dasar teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget. Ia mulai
mencari variabel variabel yang mempengaruhi kinerja tes anak. Piaget menilai
bahwa jawaban benar dan salah bukan ukuran kecerdasan anak melainkan alasan
mereka menjawab benar atau salah, itulah yang lebih penting. B.R. Hergenhahn
dan Matthew H. Olson (2008:312).
Piaget menyadari bahwa ia meyakini metode yang berbeda dalam meneliti
inteligensi dengan metode yang digunakan di laboraturium Binet. Ia memutuskan
untuk meninggalkan laboraturium tersebut dan menjadi direktur riset di Jean Jacquess
Rousseau Institute di Geneva Swiss. Piaget menjadi otoritas penting dalam
bidang psikologi padahal ia sendiri tidak pernah mengikuti kuliah psikologi.
Piaget melanjutkan karyanya dengan mempelajari ketiga anaknya sendiri yang
dituangkannya dalam beberapa tulisan. Awalnya hal ini ditentang banyak pihak
tetapi karena hasilnya cocok untuk anak lainnya maka hal ini lambat laun dapat
diterima.
Pokok-pokok
pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya
Teori kognitif Piaget memberikan banyak
konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk
secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya
dan diperolehnya schemata
(skema) tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya
dalam
tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental.
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses
perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang
berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir
menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme
bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan
peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya
adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan
lingkungannya. Berikut ini beberapa konsep teori penting yang digunakan Piaget
untuk menjelaskan pemikirannya tentang perkembangan kognitif:
Inteligensi
Menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan
kodisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan hidup organisme. Dengan kata
lain jika inteligensi seseorang baik atau tinggi maka ia dapat menangani secara
efektif dan memberikan respon yang cerdas terhadap lingkungannya. Piaget
mengatakan bahwa inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan
yang cersas akan berubah saat organisme semakin matang secara biologis dan
mendapat pengalaman. Jadi inteligensi dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu
kematangan individu secara biologis dan pengalaman yang dimiliki individu
tersebut. Teori piaget sering disebut sebagai genetic epistemology (epistemologi genentik) karena teori ini berusaha
melacak perkembangan kemampuan intelektual. Ginetik disini bukan berarti
warisan biologi tapi melainkan pertumbuhan developmental.
Schemata
(skema)
Piaget menggunakan istilah skema atau skemata untuk dapat menjelaskan
mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk
menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan. Menurut B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:314) skema
adalah potensi untuk bertindak dengan cara tertentu. Skema yang ada dalam
organisme akan menentukan bagaimana ia merespon lingkungannya. Ketika seseorang
mengingat sesuatu skema yang ada pada dirinya akan terhubung. Begitu pula
ketika seseorang menghadapi suatu hal baru dalam lingkungannya, skema yang ada
pada diri suatu organisme akan terasimilasi atau diakomodasi didalam struktur
kognitifnya. Jumlah skema yang tersedia pada suatu organisme pada waktu
tertentu merupakan struktur kognitif organisme tersebut. B.R. Hergenhahn dan
Matthew H. Olson (2008:314). Struktur kognitif seseorang berisi skema-skema
yang akan terus berubah dan berkembang seiring perjalanan waktu, bertambahnya
pengalaman dan kematangan biologi.
Asimilasi
dan Akomodasi
Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:314)
setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi merupakan proses merespon lingkungan sesuai dengan
struktur kognitif seseorang. Yakni semacam pencocokan atau penyesuaian antara
struktur kognitif dan lingkungan fisik.sedangkan akomodasi adalah proses untuk
memodifikasi struktur kognitif seseorang. Sumber lain mengatakan bahwa akomodasi diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau
pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling
mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif.
Ekuilibrasi
Antara asimilasi dan akomodasi ada suatu keserasian yang oleh Piaget
disebut sebagai equilibration
(penyeimbang). Ekuilibrasi ini berfungsi sebagai pendorong dibalik pertumbuhan
intelektual. Hal ini merupakan tendensi bawaan setiap individu yang membuat
seseorang selalu berusaha untuk beradaptasi secara maksimal. Ketika seseorang
tidak dapat mengasimilasi lingkungannya, akan terjadi ketidakseimbangan didalam
struktur kognitifnya. Karena adanya ekuilibrasi inilah struktur kognitif akan
diakomodasi dan secara bertahap melalui melalui proses penyesuaian diri ini, informasi
yang pada awalnya tidak bisa diasimilasi akan dapat diasimilasi. Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H.
Olson (2008:316) mekanisme asimilasi dan akomodasi serta kekuatan ekuilibrasi
akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan tetapi pasti.
Interiorisasi
Pada awalnya seorang bayi merespon stimuli lingkungan menggunakan
elaborasi skema bawaan mereka. Kemudian semakin baik tingkat kematangan
biologis dan semakin banyak pengalaman seorang anak, maka struktur kognitifnya
akan semakin baik dengan skemata – skemata yang semakin kompleks. Ketika
struktur kognitif berkembang, struktur ini menjadi makin penting dalam proses
adaptasi. Dalam merespon sesuatu seorang anak akan lebih banyak melibatkan
tindakan internal (berfikir) dari pada tindakan eksternal. Menurut Piaget dalam
B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:317) Penurunan ketergantungan pada
lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini dinamakan interiorization (interiorisasi).
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT JEAN PIAGET
Piaget
membagi perkembangan kognitif atau intelektual ke dalam 4 periode yaitu :
1.
Periode Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada
periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system
penginderaan untuk mengenal objek dan lingkungan. Pada tahap ini seorang anak
akan bersifat egoisentris. Mereka hanya menilai dengan sudut pandangnya
sendiri. Tahap ini berakhir ketika anak menyadari keeksistensian suatu objek.
Bahwa suatu objek akan tetap ada walaupun mereka tidak melihatnya.
2.
Periode Pra operasional
(2-7 tahun)
Tahap
ini dibagi menjadi dua yaitu:
·
Pemikiran
prakonseptual (2-4 tahun)
Menurut
Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:317) Anak anak mulai dapat membentuk konsep sederhana. Mereka
mulai mengelompokkan benda-benda berdasarkan kemiripannya.
·
Periode
pemikiran intuitif (4-7 tahun)
Pada
periode ini anak-anak memecahkan masalah bukan berdasarkan kaidah logika
melainkan secara intuitif. Ciri yang paling menonjol pada tahap ini adalah anak
belum bisa mengkonservasi suatu kondisi. Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H.
Olson (2008:319) konservasi adalah kemampuan yang muncul sebagai hasil dari
akumulasi pengalaman anak dengan lingkungan. Bukan sesuatu yang dapat
diajarkan.
3.
Periode konkret (7-11 atau 12 tahun)
Pada
periode ini anak mampu memecahkan masalah secara logis. Anak telah dapat
memecahkan masalah yang kompleks selama masalah tersebut konkret dan tidak
abstrak.
4. Periode operasi formal (11- dewasa)
Periode operasi fomal
merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu
berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia
dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Piaget
mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan
perkembangan kognitif :
·
Pendewasaaan/kematangan,
merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
·
Pengalaman
fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan
stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
·
Interaksi
social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
·
Keseimbangan,
adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan
pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.
Pendidikan Menurut Piaget
Secara sederhana proses bagaimana pengetahuan dapat dibentuk dalam
struktur kognitif menurut teori piaget, yaitu ketika seseorang dihadapkan pada
suatu pengetahuan baru dari lingkungannya, maka seseorang akan mengasimilasi
pengetahuannya. Jika pengetahuan tersebut gagal diasimilasi atau tidak bisa
dipahami, maka akan terjadi proses akomodasi dalam struktur kognitifnya. Pada
saat terjadi akomodasi inilah terjadi proses belajar dan peningkatan struktur
kognitif seseorang.
Saat struktur kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi
terartikulasi dengan baik. Begitu pula ketika sesuatu sangat jauh dari struktur
kognitif yang menyebabkan tidak terjadi akomodasi, sehingga tidak akan terjadi
proses belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan
sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasi ke struktur kognitif tetapi materi
yang disajikan juga harus berbeda dengan apa yang telah mereka kuasai sehingga
akan menimbulkan perubahan struktur kognitif. Dengan kata lain jika informasi
yang disampaikan tidak dapat diasimilasi, maka informasi tersebut tidak dapat
dipahami. Tetapi jika jika sesuatu telah dipahami dengan sempurna maka tidak
terjadi proses belajar.
Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:324)
pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar.
Materi pembelajaran yang tidak bisa diasimilasi ke struktur kognitif anak tidak
akan bermakna. Tetapi disisi lain jika materi bisa diasimilasi secara komplit
tidak ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar dapat terjadi dan bermakna
materi yang dipelajari harus disusun sedemikian rupa agar terdiri dari materi
yang telah diketahui dan yang akan dipelajari. Bagian yang telah diketahui akan
diasimilasi sedangkan materi yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam
struktur kognitif (akomodasi). Jadi menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan
Matthew H. Olson (2008:324), pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman
yang menantang bagi sipembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat
menghasilkan pertumbuhan intelektual.
Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan harus diindividualisasikan. Memang
akan terasa sulit jika harus mempraktekkan pembelajaran dengan teori Piaget
pada kelas dengan jumlah siswa yang banyak. Guru harus tahu level fungsi
kognitif siswa. Disadari atau tidak, memang kemampuan asimilasi akan
beravariasi dari satu anak ke anak yang lain dan materi pendidikan harus
disesuaikan dengan struktur kognitif anak.
PENUTUP
KESIMPULAN
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ada tiga proses kognitif yang
terjadi dalam belajar, yaitu
·
tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru,
·
tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
·
evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua
tadi benar atau tidak.
Piaget
membagi perkembangan kognitif atau intelektual ke dalam 4 periode yaitu :
1. Periode Sensorimotor (0-2 tahun)
2. Periode Pra operasional (2-7 tahun)
Tahap
ini dibagi menjadi dua yaitu:
·
Pemikiran
prakonseptual (2-4 tahun)
·
Periode
pemikiran intuitif (4-7 tahun)
3. Periode konkret (7-11 atau 12 tahun)
4.
Periode operasi formal
(11- dewasa)
Daftar
Pustaka
Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hergenhahn
dan Olson. 2008. Theories Of Leraning. Jakarta: Kencana.
Hudoyo, Herman.1998. Mengajar Belajar Matematika. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.
Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Royama,
Sam. 2009. Dasar Pendidikan dalam Konsep
dan Makna Belajar. (online) http://mjieschool.multiply.com/journal/item/36.html (diakses 11 Maret 2012)
Simanjutak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Winkel,
W.S. 1996. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Grasindo.
Langganan:
Postingan (Atom)