<"SALAMAT DATANG"

Sabtu, 14 Juli 2012

Teori belajar Jerome Bruner dan Teori kognitiv Piaget


PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, danketrampilan.
Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya".
Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa "Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas".
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kogniti. Setidaknya ada tiga pakar psikologi yang beraliran kognitif. Pada makalah ini akan dibahas tentang teori tahap – tahap belajar dari Jerome Bruner dan teori perkembangan kognitif dari Jean Paget dan bagaimana implikasinya.

2.      PERMASALAHAN
1.      Bagaimana pokok-pokok pikiran teori perkembangan kognitif Piaget?
2.      Bagaimana pokok-pokok pikiran teori tahap-tahap belajar Jerome Bruner?
  
PEMBAHASAN

1.      Teori Tahap-Tahap Belajar dari Jerome Bruner

Sejarah Awal
Jerome Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Ia merupakan seorang ahli psikologi yang terkenal dan telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan filsafat pendidikan. Bruner sependapat dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif anak-anak melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar.
Jerome Bruner menjalankan tugas sebagai profesor psikologi di Harvard University USA sekaligus penasehat di pusat Pengajaran Kognitif sejak tahun 1961 sampai 1972. Ia berperan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Serikat.  Selanjutnya, Jerome Bruner menjadi profesor Psikologi di Oxford University Inggris.
            Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari suatu pengetahuan misalnya suatu matematika, maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikirannya. Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap yaitu:
 1.      Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.
 2.      Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual , gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3.      Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran di sekolah hendaknya meliputi:
1)      Pengalaman – pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar.
Pembelajaran dari segi siswa membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
2)      Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman optimal.
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak – anak. Dengan perkataan lain, anak dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif) menuju yang paling kompleks (induktif), bukan konsep yang lebih dahulu diajarkan, tetapi contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri.
3)      Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahwa seorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan yang ada. Misalnya, anak-anak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.
Menurut Bruner ada empat tema pendidikan yang perlu diperhatikan yaitu:
·         mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
·         tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
·         menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.
·         tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu
·         tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
·         tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
·         evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya. Peran guru adalah :
  • perlu memahami struktur pelajaran
  • pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar  untuk memahami dengan benar
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery). Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.  
Memori ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan  kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1.      Stimulus ( pemberian perangsang)
2.      Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3.      Data collection ( pengumpulan data)
4.      Data Prosessing (pengolahan data)
5.      Verifikasi
6.      Generalisasi
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak,serta untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif adalah dengan mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka. Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif, dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.
Bruner juga mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Misalnya teori belajar yang memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan materi penjumlahan. Oleh karena itu, Burnner mengkaitkan pembelajaran dengan tahap – tahap perkembangan mental yaitu
·         Peringkat ikonik 2 – 4 tahun
·         Peringkat enaktif 0 – 2 tahun
·         Peringkat simbolik 5 – 7 tahun
Dalam teorinya Burnner juga mengemukakan bentuk hadiah atau pujian dan hukuman perlu dipikirkan cara penggunaannya dalam proses belajar mengajar. Sebab Ia mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik, bisa berubah menjadi dorongan bersifat intrinsik. Demikian juga pujian dan guru dapat menjadi dorongan yang bersifat ekstrinsik, dan keberhasilan memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik. Tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa merasa puas.
Kesimpulan Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, serta untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif adalah dengan mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, dan guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka. Berdasarkan uraian di atas teori belajar Bruner, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa. Dan cara mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika alur pikir dan sistematik proses belajar itu sendiri. Orang yang menggunakan alur pikir dalam pemecahan masalah, Ia akan berfikir sistematis dan dapat mengkontrol kegiatan kognitifnya, sehingga pembelajaran akan lebih efisien.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
1.      Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2.      Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3.      Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah :
a.      Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)
Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu  atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
b.      Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
c.      Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)
Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
d.      Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.
Bruner menyimpulkan (dalam Royama, 2009) bahwa pendidikan bukan sekedar persoalan teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar dokelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran. Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1.      Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang Anda ajarkan
2.      Bantu si pembelajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep
3.      Berikan satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri
4.      Ajak dan beri semangat si pembelajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mancari jawaban yang sebenarnya.
5.      Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekolah dasar dapat dilakukan dengan metode penemuan.

Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif  keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya. Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga. (Simanjuntak, 1993 : 70-71 )

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
a.       alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.
b.      Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
c.       Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
d.      Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid. (Nasution, 2000 : 15 )
  
2.      Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

SEJARAH SINGKAT
Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1896. Seorang psikolog Swiss yang mengembangkan Teori Perkembangan Kognitif. Awalnya Peaget lebih tertarik pada bidang biologi dan filsafat khususnya epistemologi. Setelah mendapat gelar doktor Piaget mendapat banyak pekerjaan diantaranya bekerja bersama Binet Testing Laboratory di Paris, dimana Piaget ikut serta dalam membantu menyusun standar tes kecerdasan. Pendekatan Laboraturium Binet dalam melakukan pengetesan adalah dengan menggunakan sejumlah pertanyaan tes yang kemudian disajikan pada anak dengan berbagai usia. Binet Testing Laboratory menilai kecerdasan (intelligence quotient) anak berdasarkan jawaban benar dari anak usia tertentu. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:312). Hal inilah yang kemudian hari menjadi alasan Piaget meninggalkan Laboraturium Binet.
Dalam menjalankan tugasnya, pada saat memeriksa jawaban anak yang mengikuti tes intelligence, Piaget menemukan bahwa jawaban yang salah lebih informatif daripada jawaban yang benar. Selain itu, Piaget mengamati bahwa kesalahan yang sama dibuat oleh anak yang usianya relatif sama dan tipe kesalahan yang berbeda, sering dijumpai pada jawaban siswa yang umurnya berbeda. Piaget mengamati lebih jauh bahwa sifat dari kesalahan ini tidak dapat dijelaskan secara memadai dalam situasi tes yang sangat terstruktur, dimana anak menjawab pertanyaan dengan jawaban benar atau salah. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:312) menyatakan bahwa Piaget mencoba menerapkan metode lain dalam pengetesan. Ia menggunakan clinical method (metode klinis) yang berupa pertanyaan terbuka. Dengan menggunakan metode ini, jawaban anak yang berupa pernyataan atas pertanyaan tes akan mempengaruhi pertanyaan selanjutnya. Piaget menyusun sejumlah pertanyaan yang dirancang untuk mengeksplorasi pernyataan itu secara mendalam.
Piaget menyadari bahwa intelligence (kecerdasan) tidak dapat disamakan dengan jumlah benar pada soal tes. Kesadaran inlah yang menjadi dasar teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget. Ia mulai mencari variabel variabel yang mempengaruhi kinerja tes anak. Piaget menilai bahwa jawaban benar dan salah bukan ukuran kecerdasan anak melainkan alasan mereka menjawab benar atau salah, itulah yang lebih penting. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:312).
Piaget menyadari bahwa ia meyakini metode yang berbeda dalam meneliti inteligensi dengan metode yang digunakan di laboraturium Binet. Ia memutuskan untuk meninggalkan laboraturium tersebut dan menjadi direktur riset di Jean Jacquess Rousseau Institute di Geneva Swiss. Piaget menjadi otoritas penting dalam bidang psikologi padahal ia sendiri tidak pernah mengikuti kuliah psikologi. Piaget melanjutkan karyanya dengan mempelajari ketiga anaknya sendiri yang dituangkannya dalam beberapa tulisan. Awalnya hal ini ditentang banyak pihak tetapi karena hasilnya cocok untuk anak lainnya maka hal ini lambat laun dapat diterima.

Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya
Teori kognitif Piaget memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema) tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Berikut ini beberapa konsep teori penting yang digunakan Piaget untuk menjelaskan pemikirannya tentang perkembangan kognitif:
Inteligensi
Menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kodisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan hidup organisme. Dengan kata lain jika inteligensi seseorang baik atau tinggi maka ia dapat menangani secara efektif dan memberikan respon yang cerdas terhadap lingkungannya. Piaget mengatakan bahwa inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cersas akan berubah saat organisme semakin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Jadi inteligensi dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu kematangan individu secara biologis dan pengalaman yang dimiliki individu tersebut. Teori piaget sering disebut sebagai genetic epistemology (epistemologi genentik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Ginetik disini bukan berarti warisan biologi tapi melainkan pertumbuhan developmental.

Schemata (skema)
Piaget menggunakan istilah skema atau skemata untuk dapat menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan. Menurut B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:314) skema adalah potensi untuk bertindak dengan cara tertentu. Skema yang ada dalam organisme akan menentukan bagaimana ia merespon lingkungannya. Ketika seseorang mengingat sesuatu skema yang ada pada dirinya akan terhubung. Begitu pula ketika seseorang menghadapi suatu hal baru dalam lingkungannya, skema yang ada pada diri suatu organisme akan terasimilasi atau diakomodasi didalam struktur kognitifnya. Jumlah skema yang tersedia pada suatu organisme pada waktu tertentu merupakan struktur kognitif organisme tersebut. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:314). Struktur kognitif seseorang berisi skema-skema yang akan terus berubah dan berkembang seiring perjalanan waktu, bertambahnya pengalaman dan kematangan biologi.

Asimilasi dan Akomodasi
Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:314) setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang. Yakni semacam pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dan lingkungan fisik.sedangkan akomodasi adalah proses untuk memodifikasi struktur kognitif seseorang. Sumber lain mengatakan bahwa akomodasi diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif.

Ekuilibrasi
Antara asimilasi dan akomodasi ada suatu keserasian yang oleh Piaget disebut sebagai equilibration (penyeimbang). Ekuilibrasi ini berfungsi sebagai pendorong dibalik pertumbuhan intelektual. Hal ini merupakan tendensi bawaan setiap individu yang membuat seseorang selalu berusaha untuk beradaptasi secara maksimal. Ketika seseorang tidak dapat mengasimilasi lingkungannya, akan terjadi ketidakseimbangan didalam struktur kognitifnya. Karena adanya ekuilibrasi inilah struktur kognitif akan diakomodasi dan secara bertahap melalui melalui proses penyesuaian diri ini, informasi yang pada awalnya tidak bisa diasimilasi akan dapat diasimilasi. Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:316) mekanisme asimilasi dan akomodasi serta kekuatan ekuilibrasi akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan tetapi pasti.

Interiorisasi
Pada awalnya seorang bayi merespon stimuli lingkungan menggunakan elaborasi skema bawaan mereka. Kemudian semakin baik tingkat kematangan biologis dan semakin banyak pengalaman seorang anak, maka struktur kognitifnya akan semakin baik dengan skemata – skemata yang semakin kompleks. Ketika struktur kognitif berkembang, struktur ini menjadi makin penting dalam proses adaptasi. Dalam merespon sesuatu seorang anak akan lebih banyak melibatkan tindakan internal (berfikir) dari pada tindakan eksternal. Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:317) Penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini dinamakan interiorization (interiorisasi).

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT JEAN PIAGET
Piaget membagi perkembangan kognitif atau intelektual ke dalam 4 periode yaitu :
1.      Periode Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal objek dan lingkungan. Pada tahap ini seorang anak akan bersifat egoisentris. Mereka hanya menilai dengan sudut pandangnya sendiri. Tahap ini berakhir ketika anak menyadari keeksistensian suatu objek. Bahwa suatu objek akan tetap ada walaupun mereka tidak melihatnya.
2.      Periode Pra operasional (2-7 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua yaitu:
·         Pemikiran prakonseptual (2-4 tahun)
Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:317) Anak anak mulai dapat membentuk konsep sederhana. Mereka mulai mengelompokkan benda-benda berdasarkan kemiripannya.
·         Periode pemikiran intuitif (4-7 tahun)
Pada periode ini anak-anak memecahkan masalah bukan berdasarkan kaidah logika melainkan secara intuitif. Ciri yang paling menonjol pada tahap ini adalah anak belum bisa mengkonservasi suatu kondisi. Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:319) konservasi adalah kemampuan yang muncul sebagai hasil dari akumulasi pengalaman anak dengan lingkungan. Bukan sesuatu yang dapat diajarkan.
3.      Periode konkret (7-11 atau 12 tahun)
Pada periode ini anak mampu memecahkan masalah secara logis. Anak telah dapat memecahkan masalah yang kompleks selama masalah tersebut konkret dan tidak abstrak.
4.      Periode operasi formal (11- dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan perkembangan kognitif :
·         Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
·         Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
·         Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
·         Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.

Pendidikan Menurut Piaget
Secara sederhana proses bagaimana pengetahuan dapat dibentuk dalam struktur kognitif menurut teori piaget, yaitu ketika seseorang dihadapkan pada suatu pengetahuan baru dari lingkungannya, maka seseorang akan mengasimilasi pengetahuannya. Jika pengetahuan tersebut gagal diasimilasi atau tidak bisa dipahami, maka akan terjadi proses akomodasi dalam struktur kognitifnya. Pada saat terjadi akomodasi inilah terjadi proses belajar dan peningkatan struktur kognitif seseorang.
Saat struktur kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi terartikulasi dengan baik. Begitu pula ketika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif yang menyebabkan tidak terjadi akomodasi, sehingga tidak akan terjadi proses belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasi ke struktur kognitif tetapi materi yang disajikan juga harus berbeda dengan apa yang telah mereka kuasai sehingga akan menimbulkan perubahan struktur kognitif. Dengan kata lain jika informasi yang disampaikan tidak dapat diasimilasi, maka informasi tersebut tidak dapat dipahami. Tetapi jika jika sesuatu telah dipahami dengan sempurna maka tidak terjadi proses belajar.
Menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:324) pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar. Materi pembelajaran yang tidak bisa diasimilasi ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna. Tetapi disisi lain jika materi bisa diasimilasi secara komplit tidak ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar dapat terjadi dan bermakna materi yang dipelajari harus disusun sedemikian rupa agar terdiri dari materi yang telah diketahui dan yang akan dipelajari. Bagian yang telah diketahui akan diasimilasi sedangkan materi yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam struktur kognitif (akomodasi). Jadi menurut Piaget dalam B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008:324), pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi sipembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual.
Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan harus diindividualisasikan. Memang akan terasa sulit jika harus mempraktekkan pembelajaran dengan teori Piaget pada kelas dengan jumlah siswa yang banyak. Guru harus tahu level fungsi kognitif siswa. Disadari atau tidak, memang kemampuan asimilasi akan beravariasi dari satu anak ke anak yang lain dan materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak.

PENUTUP

KESIMPULAN
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu
·         tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
·         tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
·         evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Piaget membagi perkembangan kognitif atau intelektual ke dalam 4 periode yaitu :
1.      Periode Sensorimotor (0-2 tahun)
2.      Periode Pra operasional (2-7 tahun)
Tahap ini dibagi menjadi dua yaitu:
·         Pemikiran prakonseptual (2-4 tahun)
·         Periode pemikiran intuitif (4-7 tahun)
3.      Periode konkret (7-11 atau 12 tahun)
4.      Periode operasi formal (11- dewasa)
  
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hergenhahn dan Olson. 2008. Theories Of Leraning. Jakarta: Kencana.
Hudoyo, Herman.1998. Mengajar Belajar Matematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.
Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Royama, Sam. 2009. Dasar Pendidikan dalam Konsep dan Makna Belajar. (online) http://mjieschool.multiply.com/journal/item/36.html  (diakses 11 Maret 2012)
Simanjutak, Lisnawaty. 1993.  Metode Mengajar Matematika. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.